Selasa, 01 September 2009

kesalahan mendidik anak

3 KESALAHAN MENDIDIK ANAK

1. Pentingnya Pendidikan Anak
Wahai para pendidik, dan orang tua serta orang yang membentuk generasi Islam untuk tunduk kepada Allah dan menngikuti sunnah rasul. Sungguh tarbiyatul aulad(pendidikan anak) merupakan perkara yang besar. Tidak sedikit anak yang durhaka terhadap orangtuanya, dan salah satu penyebab kedurhakaan itu adalah kesalahan orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Rasullah bersabda:
وَ الرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَ هُوَ مَسْئُوْلٌ عُنْ رَعِيَّـتِهِ(رواه البخارى)
“Dan ayah adalah pemimpin(keluarganya-pent) dan ia akan dimintai pertanggunjawaban dari atas kepemimpinnya”(HR Bukhori )

Allah ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At Tahrim:5)
Dari ayat diatas terdapat bimbingan agar orang beriman menjaga diri dan keluarganya dari api neraka, termasuk anak dan orang yang berada di bawah tanggung jawabnya.
Setiap pendidik baik praktisi maupun orang tua akan berusaha sekuat-kuatnya untuk menghasilkan yang terbaik bagi anak didiknya. Lalu bagaimanakah caranya?. Dr. Muhammad bin Abdullah As Sahim berpesan kepada para pendidik “ berpegang teguhlah dengan syariat Allah, mengikuti sunnah rasul dan berdoa kepada Allah, merupakan hal yang sangat penting dalam keberhasilan mendidik anak”.

2. Kesalahan Mendidik Anak
Dalam kitab min akhtoina fi tarbiyati auladina Dr. Muhammad bin Abdullah As Sahim menyebutkan beberapa kesalahan orangtua dalam mendidik anak. kesalahan ini bisajadi karena tidak sengaja atau karena kurangnya ilmu dari pendidik. adapun kesalahan itu antara lain:

a. Takut Kepada Manusia
Jika kita memperhatikan banyak orang mendidik anaknya dengan tanpa sadar membelokkan ketakutan kepada Allah menjadi ketakutan kepada manusia. Menjadikan anak-anak mereka mengharap ridlo, pujian mereka. Selain itu mereka dididik takut dan benci dicela mereka. Sering kita dengar perkataan: nak, jangan kamu lakukan ini, karena orang akan menertawanmu. Nak, lakukan ini agar orang suka kepadamu. Dan ucapan senada yang mendidik anak untuk menjadika manusia sebagi timbangan dari semua tindakannya.
Sikap semacam ini secara tidak disadari mendidik anak untuk berbuat riya’. Sehingga pada akhirnya anak akan mengikuti nafsu orang banyak tanpa mempertimbangkan Allah ridlo apa tidak.
Tidak disangkal lagi, dengan pendidikan seperti ini anak akan mudah melanggar syariat disaat tidak terawasi oleh orang yang faham bahwa tindakan itu melanggar syariat.
Muawiyah pernah menulis surat kepada Aisyahyang isinya meminta nasehat yang singkat dan padat, maka Aisyah menulis sabda rasul:
مَنِ الْتَمَسَ رِضَ اللهِ بِسَخَطِ النَاسِ كَفَاهُ اللهُ مُؤْنَةَ النَّاسِ وَمَنِ الْتَمَسَ رَضَ النَّاسَ بِسَخَطِ
اللهِ وَكَلَهُ اللهُ إِلَى النَّـاسِ(رواه الترميذي)
“Barangsiapa mengharapkan ridlo Allah dengan rela mendapat murka manusia, maka Allah akan mencukupkan dia dari tanggungan manusia; dan barngsiapa mengharapkan ridlo manusia dan rela mendapat murka Allah, maka Allah akan jadikan dia tergantung kepada manusia .” (HR At-Tismidzi)
Pujian manusia bukan tujuan, sanjungan bukan impian yang hendak dicapai, akan tetapi ridlo dan cinta Allah-lah yang menjadi tujuan dan harapan dari ibadah seorang hamba.

b. Mendidik Dengan Motivasi Dunia
Pernah ditanyakan kepada anak-anak pertanyaan,”untuk apa kamu belajar? Jawaban mereka,”Berhasil dalam memperoleh pekerjaan yang layak, jabatan yang tinggi, rumah yang luas, dan kendaraan yang mewah. Dari jawaban tersebut tersirat bahwa anak tersebut menjadikan dunia sebabagai tujuan.
Dengan memotifasi dunia, maka secara tidak sadar orangtua mengarahkan anak-anaknya untuk meraih ijazah dan nilai. Bukan manfaat dari belajar. Sehingga ia merasa sekolah hanya sekedar formalitas untuk mewujudkan cita-cita.
Akibat dari metode ini maka anak lebih suka memperturutkan hawa nafsu, dan lalai tentang akherat. Sehingga ia akan menempuh segala cara untuk meraih dunianya dengan mengesampingkan akherat. Padahal masalah dunia Allah sudah mengatur dan menjamin rizki dari setiap makhluk-Nya, Allah berfirman:
“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha mendengar lagi Maha mengetahui”(Al Ankabut: 60).

c. Tidak Ada Suri Tauladan
Sekarang ini banyak orang tua tidak memperhatikan anak dalam permasalahan siapa yang akan menjadi teladan mereka. Sehingga anak mencari idola dari kalangan artis dan penyanyi. Lebih parah lagi kadang orangtua memberi dukungan kepada anak-anaknya ketika dapat menirukan gaya dan tingkah laku artis. Sehngga sianak semakin mantap dengan tingkah laku seperti artis tersebut. Mungkin ada yang membantah, “itu kan Cuma gaya saja, hatinya kan tetap baik”.
Berkata ibnu taimiyah,”Sesungguhnya kesamaan dalam hal dhahir akan menimbulkan rasa suka dan cinta di dalam hati,sebaliknya rasa kecintaan dalam hati akan menimbulkan rasa ingin sama dalam hal dhahir”.
Bila kesamaan dalam masalah dunia dilarang, maka bagaimana halnya bila dalam masalah agama(dien)? Dalam hal ini Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”(Ali Imran:118)

Mencarikan teladan dan teman yang baik merupakan tanggung jawab pendidik dan orang tua, dan sebaik-bainya tauladan adalah nabi Muhammad dan para sahabat. Karena mereka kemuliaan mereka sudah dijamin oleh Allah ta’ala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar